CINTA DAN PERKAWINAN
A. MEMILIH PASANGAN
Terikatnya
jalinan cinta dua orang insan dalam sebuah pernikahan adalah perkara yang
sangat diperhatikan dalam syariat Islam yang mulia ini. Bahkan kita dianjurkan
untuk serius dalam permasalahan ini dan dilarang menjadikan hal ini sebagai
bahan candaan atau main-main.
Salah satunya
dikarenakan menikah berarti mengikat seseorang untuk menjadi teman hidup tidak
hanya untuk satu-dua hari saja bahkan seumur hidup, insya Allah. Jika demikian,
merupakan salah satu kemuliaan syariat Islam bahwa orang yang hendak menikah
diperintahkan untuk berhati-hati, teliti dan penuh pertimbangan dalam memilih
pasangan hidup.
Sebagian memilih
pasangannya hanya dengan pertimbangan fisik. Mereka berlomba mencari wanita
cantik untuk dipinang tanpa peduli bagaimana kondisi agamanya. Sebagian lagi
menikah untuk menumpuk kekayaan. Mereka pun meminang lelaki atau wanita yang
kaya raya untuk mendapatkan hartanya. Yang terbaik tentu adalah apa yang
dianjurkan oleh syariat, yaitu berhati-hati, teliti dan penuh pertimbangan
dalam memilih pasangan hidup serta menimbang anjuran-anjuran agama dalam
memilih pasangan.
Kriteria Khusus untuk
Memilih Calon Suami
Khusus
bagi seorang muslimah yang hendak memilih calon pendamping, ada satu kriteria
yang penting untuk diperhatikan. Yaitu calon suami memiliki kemampuan untuk
memberi nafkah. Karena memberi nafkah merupakan kewajiban seorang suami. Islam
telah menjadikan sikap menyia-nyiakan hak istri, anak-anak serta kedua orang
tua dalam nafkah termasuk dalam kategori dosa besar. Rasulullahshallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
“Cukuplah seseorang itu
berdosa bila ia menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya.” (HR.
Ahmad, Abu Dawud. Al Hakim berkata bahwa sanad hadits ini shahih).
Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam pun membolehkan bahkan menganjurkan menimbang faktor
kemampuan memberi nafkah dalam memilih suami. Seperti kisah
pelamaran Fathimah binti Qais radhiyallahu ‘anha:
“Dari Fathimah binti
Qais radhiyallahu ‘anha, ia berkata: ‘Aku mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam lalu aku berkata, “Sesungguhnya Abul Jahm dan Mu’awiyah telah
melamarku”. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Adapun
Mu’awiyah adalah orang fakir, ia tidak mempunyai harta. Adapun Abul Jahm, ia
tidak pernah meletakkan tongkat dari pundaknya”.(HR. Bukhari-Muslim)
Dalam hadits ini Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak merekomendasikan Muawiyahradhiyallahu
‘anhu karena miskin. Maka ini menunjukkan bahwa masalah kemampuan memberi
nafkah perlu diperhatikan.
Namun kebutuhan akan
nafkah ini jangan sampai dijadikan kriteria dan tujuan utama. Jika sang calon
suami dapat memberi nafkah yang dapat menegakkan tulang punggungnya dan
keluarganya kelak itu sudah mencukupi. Karena Allah dan Rasul-Nya mengajarkan
akhlak zuhud (sederhana) dan qana’ah (menyukuri apa yang dikarunai Allah) serta
mencela penghamba dan pengumpul harta. Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
“Celakalah hamba
dinar, celakalah hamba dirham, celakalah hamba khamishah dan celakalah hamba
khamilah. Jika diberi ia senang, tetapi jika tidak diberi ia marah.” (HR.
Bukhari).
Selain itu, bukan juga
berarti calon suami harus kaya raya. Karena Allah pun menjanjikan kepada para
lelaki yang miskin yang ingin menjaga kehormatannya dengan menikah untuk diberi
rizki.
“Dan nikahkanlah
orang-orang yang masih membujang di antara kalian. Jika mereka miskin, Allah
akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya.” (QS.
An Nur: 32)
B. HUBUNGAN
DALAM PERKAWINAN
Pada
umumnya salah satu tanda kegagalan suami-istri dalam mencapai kebahagiaan
perkawinan adalah perceraian. Perceraian adalah akumulasi dari kekecewaan yang
berkepanjangan yang disimpan dalam alam bawah sadar individu. Adanya batas
toleransi pada akhirnya menjadikan kekecewaan tersebut muncul kepermukaan,
sehingga keinginan untuk bercerai begitu mudah. Masalah diseputar
perkawinan atau kehidupan berkeluarga antara lain:
· Kesulitan
ekonomi keluarga yang kurang tercukupi.
· Perbedaan
watak.
· Temperamen
dan perbedaan kepribadian yang sangat tajam antara suami dan istri.
· Kejenuhan
rutinitas.
· Hubungan
antara keluarga besar yang kurang baik.
· Adanya
istilah WIL (wanita idaman lain) atau PIL (pria idaman lain).
· Masalah
harta warisan.
· Menurunnya
perhatian kedua belah pihak.
· Domonasi
dan intervensi orang tua atau mertua.
· Kesalahpahaman
antara kedua belah pihak.
C. PENYESUAIAN
DAN PERTUMBUHAN DALAM PERKAWINAN
Perkawinan
tidak berarti mengikat pasangan sepenuhnya. Dua individu ini harus dapat
mengembangkan diri untuk kemajuan bersama. Keberhasilan dalam perkawinan tidak
diukurdari ketergantungan pasangan. Perkawinan merupakan salah satu tahapan
dalam hidup yang pasti diwarnai oleh perubahan. Dan perubahan yang terjadi
dalam sebuah perkawinan, sering tak sederhana. Perubahan yang terjadi dalam
perkawinan banyak terkait dengan terbentuknya relasi baru sebagai satu kesatuan
serta terbentuknya hubungan antar keluarga kedua pihak. Pada dasarnya,
diperlukan penyesuaian diri dalam sebuah perkawinan, yang mencakup perubahan
diri sendiri dan perubahan lingkungan. Bila hanya mengharap pihak pasangan yang
berubah, berarti kita belum melakukan penyesuaian. Banyak yang bilang
pertengkaran adalah bumbu dalam sebuah hubungan. Bahkan bisa menguatkan ikatan
cinta. Hanya, tak semua pasangan mampu mengelola dengan baik sehingga kemarahan
akan terakumulasi dan berpotensi merusak hubungan.
D. PERCERAIAN
DAN PERNIKAHAN KEMBALI
Menikah
Kembali setelah perceraian mungkin menjadi keputusan yang membingungkan untuk
diambil. Karena orang akan mencoba untuk menghindari semua kesalahan yang
terjadi dalam perkawinan sebelumnya dan mereka tidak yakin mereka bisa
memperbaiki masalah yang dialami. Mereka biasanya kurang percaya dalam diri
mereka untuk memimpin pernikahan yang berhasil karena kegagalan lama menghantui
mereka dan membuat mereka ragu-ragu untuk mengambil keputusan. Apa yang akan
mempengaruhi peluang untuk menikah setelah bercerai? Ada banyak faktor. Misalnya
seorang wanita muda pun bisa memiliki kesempatan kurang dari menikah lagi jika
dia memiliki beberapa anak. Ada banyak faktor seperti faktor pendidikan,
pendapatan dan sosial. Esensi dalam pernikahan adalah menyatukan dua manusia
yang berbeda latar belakang. Untuk itu kesamaan pandangan dalam kehidupan lebih
penting untuk diusahakan bersama. Jika ingin sukses dalam pernikahan baru,
perlu menyadari tentang beberapa hal tertentu, jangan biarkan kegagalan masa
lalu mengecilkan hati. Menikah Kembali setelah perceraian bisa menjadi
pengalaman menarik. tinggalkan masa lalu dan berharap untuk masa depan yang
lebih baik.
E. ALTERNATIF
SELAIN PERNIKAHAN
Kemapanan
dan kondisi ekonomi pun menjadi alasan tetap melajang. Pria sering kali merasa
kurang percaya diri jika belum memiliki kendaraan atau rumah pribadi.
Sementara, perempuan lajang merasa senang jika sebelum menikah bisa hidup
mandiri dan memiliki karir bagus. Mereka bangga memiliki sesuatu yang
dihasilkan dari hasil keringat sendiri. Selain itu, ada kepuasaan tersendiri.
Banyak yang mengatakan seorang masih melajang karena terlalu banyak memilih
atau ingin mendapat pasangan yang sempurna sehingga sulit mendapatkan jodoh.
Pernikahan adalah untuk seumur hidup. Rasanya tidak mungkin menghabiskan masa hidup
kita dengan seorang yang tidak kita cintai. Lebih baik terlambat menikah
daripada menikah akhirnya berakhir dengan perceraian. Lajang pun lebih
mempunyai waktu untuk dirinya sendiri, berpenampilan lebih baik, dan dapat
melakukan kegiatan hobi tanpa ada keberatan dari pasangan.
SUMBER :
Komentar
Posting Komentar